Saturday, January 5, 2019

# Inspirasi # mommy

Badai Pasti Berlalu

Courtesy by NU Online

Ini cerita saya di awal tahun sebagai flashback di tahun 2018 lalu untuk menjadi pelajaran berharga yang menurut saya cukup untuk dikenang, tidak diulang. Siapa tau bisa jadi pelajaran, dan jika ini tidak baik mungkin cukup dibuang saja dan dilupakan.

Di awal 2018 saya sudah memutuskan untuk resign dari kantor konsultan tempat saya bekerja. Alasannya karena hamil Asya. Saya merasa kelelahan menjadi istri bekerja yang merangkap sebagai ibu rumah tangga juga. Saya tak punya pembantu. Waktu itu saya juga mencoba buka usaha menjahit di rumah. Suami sudah sejak lama menyuruh saya untuk berhenti bekerja namun saya ragu. Banyak sekali ketakutan tak beralasan dari diri saya untuk menolak permintaan suami. Saya takut tak punya uang, saya takut tak cukup uang, dan saya takut kesepian. Bukan tanpa alasan suami menyuruh saya resign. Mengingat dan menimbang banyak sekali masalah yang muncul karena saya bekerja. Dimulai dari saya yang mudah kelelahan dan sampai di rumah marah-marah, lalu ditambah lagi pergaulan saya yang mau tidak mau harus selalu bergaul dengan laki-laki karena saya seorang arsitek. 

Suami saya tidak salah. Saya yang egois. Akhirnya keputusan resign pun saya ambil meski dengan berat hati. Namun bukan tanpa solusi, suami saya terus membimbing saya untuk bisa mandiri tanpa bekerja dengan orang lain. Saya dan suami membuka biro arsitetur di rumah. Ya, suami saya tetap mengizinkan saya bekerja tapi tetap berada di rumah. Sampai sekarang saya dan suami masih menjalankan usaha jasa tersebut.

Lalu Allah kasih cobaan kepada saya dan suami di bulan Maret. Kontrak kerja suami yang waktu itu bekerja di WWF tidak berlanjut sampai pada waktu yang tidak bisa ditentukan. Suami pun akhirnya tak punya pekerjaan tetap dan kami berdua menjalankan usaha jasa kami hanya dari rumah saja. Dan usaha itu berjalan lancar tanpa hambatan hingga bulan Juli.

Bulan Juli Asya lahir. Saat itu saya harus operasi caesar karena tensi saya tinggi sekali, 170 waktu itu. Tak mungkin lagi diinduksi, ketuban pun sudah pecah. 15 jam saya menahan sakit tanpa henti. Di bulan Juni dan Juli kami merasa sangat kesusahan. Karena kondisi saya sedang hamil besar dan mendekati hari perkiraan lahir, suami saya akhirnya menyetop orderan desain. Saya disuruh beristirahat yang banyak. Kami belum punya SDM yang cukup untuk menerima semua orderan desain waktu itu. Semua pekerjaan kami berdua yang lakukan.

Dan masalah pun bermunculan. Allah menguji kami berdua. Pada bulan Juni dan Juli tersebut ekonomi suami mulai sulit. Semua project saya mandeg. Ada pula orang menipu kami. Suami saya mencari jalan agar kebutuhan kami tercukupi. Mulai mencari pekerjaan meskipun usaha jasa kami harus terabaikan karena kebutuhan yang mendesak, lalu mencoba berjualan apapun di internet dari mulai yang kecil sampai yang besar. Lalu menjual apa saja yang bisa dijual hingga rumah kami pun terjual. Kemudian beliau juga jadi marketing perumahan lagi. Semua dia lakukan untuk mencukupi kebutuhan hidup saya dan Asya.

Dan entah kenapa di bulan Asya lahir itu tak satu pun sesuatu yang suami saya jual itu terjual, sampai buku pun tak ada yang beli. Lamaran kerjanya tak ada yang  diterima, tak ada panggilan interview sama sekali. Orderan desain pun juga tak ada. Sempit sekali rezeki kami pada saat itu. Saya sedih sekali dengan keadaan tersebut. Tapi saya tetap ingin menjadi istri yang baik yang tetap mendampingi suami dalam keadaan paling bawah sekalipun. Sampai saat itu kami mau tak mau meminjam uang orang tua karena kesulitan tersebut. Kebutuhan Asya setiap hari harus terpenuhi, susunya, popoknya.

Tak cuma sampai disitu, ketika Asya berumur 4 hari, dia harus dibawa ke klinik karena badannya panas, dia menangis meraung-raung malam itu. Tiba di klinik, bidan bilang Asya kekurangan ASI. Saya berpikir bagaimana mungkin? Saya menyusui Asya sampai 6 jam tapi dia tak pernah kenyang. Saya dan Asya masih belajar menyusui. Mungkin dia belum pandai menyusui sama seperti saya yang belum pandai memberikan ASI dengan baik. Atas saran bidan, saya disuruh memberikan susu formula agar panas badan Asya turun. Setelah minum susu formula, benar kiranya, panasnya mulai turun dan dia tidur dengan nyenyak karena kenyang. Masalah muncul kembali, Asya terkena alergi susu sapi, telinganya keluar nanah dan kulitnya penuh dengan nanah, ruam, dan bonyok. Dengan terpaksa Asya dibawa bolak balik ke rumah sakit. Saya sedih sekali waktu itu. Akhirnya Asya diberikan susu soya.

Tak hanya sampai disitu, ketika Asya berumur sebulan, Allah kasih cobaan ke saya, payudara saya bengkak seperti mau meletus. Rasanya sakit luar biasa. Dokter bilang saya terkena radang payudara dan dirujuk untuk operasi. Katanya saya tak mau menyusui hingga payudara saya bengkak. Padahal paling sebentar saya menyusui Asya itu 4 jam, tetap saja saya disalahkan dokter. Sedih sekali rasanya. Mereka tak mau mendengarkan saya. Sampai pada waktu itu saya menangis berhari-hari karena menahan sakit. Saya katakan pada suami bahwa saya rasanya mau mati menahan rasa sakit itu. Saya minta maaf ke orang-orang mengatakan kalau seandainya saya mati, tolong jaga Asya dengan baik. Sampai saya berusaha untuk mengikhlaskan diri ini jika seandainya suami menikah lagi. Belum lagi masalah dengan keluarga yang tak mau mengerti bahwa kami sedang tak punya uang.

Sampai berbulan-bulan kami hidup penuh kekurangan. Allah kasih cobaan ke suami saya ketika saya sakit. Dan Allah juga kasih cobaan ke saya ketika suami saya miskin. Saat itu saya hanya berharap, badai pasti berlalu. Saya percaya isi Surat Al-Insyirah yang mengatakan bahwa dibalik kesulitan ada kemudahan. Saya selalu yakin itu.

Sejak Asya lahir sampai akhir tahun 2018, saya dan suami harus kerja serabutan untuk mencukupi kebutuhan hidup kami. Tidak berlebih namun pas. Dan hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan. Benar adanya, roda itu terus berputar. Saya selalu yakin Allah tak akan membiarkan hambanya terus berada di bawah, dia akan angkat derajat bagi hamba-hambanya yang terus bersabar. 

Alhamdulillah Allah hanya menguji kami sebentar untuk saat itu. Pelan-pelan Allah mudahkan rezeki kami kembali. Setiap hari saya menunggu segala hal buruk dan menyedihkan pasti akan berakhir. Dan Alhamdulillah orderan desain saya mulai banyak lagi, lubang-lubang rezeki mulai tampak kembali, dan Alhamdulillah, di akhir tahun 2018 saya mendapat kabar gembira bahwa suami saya lulus CPNS. Meskipun ikhtiar untuk menjadi CPNS itu adalah ikhiar terakhir saat itu dan dia tak menginginkannya, tapi jalan itulah yang Allah berikan kepada kami saat ini. 

Kami merasa, mungkin segala kesulitan kami saat ini karena orang tua kami tak ridho dengan jalan kami yang memilih untuk jadi enterpreneur, mereka lebih bangga jika kami punya pekerjaan tetap. Dan suami saya mencoba jalan yang orang tua kami inginkan meskipun hatinya berat. Dan Allah sudah mengabulkan doa orang tua kami meskipun mimpi suami saya harus dikorbankan. Tapi Allah Maha Tahu yang terbaik bagi hambanya. Saya dan suami hanya berusaha ridho dan ikhlas menerima ketetapanNya. 


Mungkin masalah terasa berat ketika kita berusaha untuk melawan.


Dan saya selalu sadar, cobaan dalam rumah tangga itu tak hanya satu. Dan yang mengalami kesulitan itu tak hanya kami. Banyak orang di luar sana yang cobaannya jauh lebih berat dari kami. Namun tentu Allah memberikan cobaan sesuai dengan kesanggupan hambaNya.

Menikah itu menyelesaikan satu masalah, tapi setelah itu ada banyak masalah baru menanti. Tapi bedanya, kita sudah berdua dan segala hal yang dilakukan penuh dengan berkah. Alhamdulillah untuk cobaan di tahun 2018 lalu, dengan cobaan itu menjadikan kami lebih dekat dengan Tuhan dan percaya bahwa Tuhan benar-benar menyayangi kami. Allah memberi ujian bukan tanpa alasan, karena Tuhan ingin mengangkat derajat hambaNya...


😊😊😊😊😊

No comments: